Video yang memperlihatkan pesawat Batik Air mendarat dalam kondisi miring viral di media sosial. Ahli menjelaskan, pesawat tersebut tergelincir dan menjadi miring karena crosswind.
Corporate Communications Strategic of Batik Air, Danang Mandala Prihantoro mengatakan pendaratan pesawat sudah sesuai prosedur. “Pendaratan pesawat berlangsung dalam kondisi aman dan telah mengikuti seluruh prosedur operasional standar penerbangan. Berdasarkan hasil pengecekan dan koordinasi dengan tim operasional, diketahui bahwa terjadi peningkatan kecepatan angin dari arah samping (crosswind) saat fase pendekatan ke landasan pacu,” ujar Danang dalam keterangan resminya
Pengertian Crosswind atau Angin Silang
Dalam kajian ilmiah terkait ilmu penerbangan, Crosswind adalah arah angin yang tegak lurus terhadap landasan. Keadaan tersebut biasanya mengganggu kestabilan pesawat saat mendarat atau lepas landas, demikian dikutip dari laman STMKG.
Pendaratan saat ada angin silang (crosswind) ini cukup diatur ketat. Ada batasan nilai angin silang tertentu dan pendaratannya memerlukan izin dari air traffic control.
Efek dari crosswind bisa dirasakan berbeda karena perbedaan besar pesawat, sebagaimana dijelaskan dalam studi Identifikasi Angin Silang (Cross Wind) di Sekitar New Yogyakarta International Airport Memakai Plot Wind Rose oleh Fatkhuroyan dan Bambang Wijayanto dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya (SNFA) 2020.
Dalam satu kasus crosswind di landasan terbang yang punya kecepatan 20 knot, mungkin dapat menimbulkan bahaya bagi pesawat kecil saat mendarat. Namun, pengaruhnya bisa jadi tidak terasa pada pesawat besar atau modern.
Pengaruh Crosswind terhadap Pesawat Udara
Dilansir dari detikEdu, fenomena crosswind tidak bisa dihindari dan cukup sering terjadi di dunia penerbangan. Beberapa kasus crosswind pun bahkan menimbulkan kecelakaan.
Menurut Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), komponen crosswind yang bisa menghalangi take off dan landing pesawat pada umumnya jika kecepatan angin melebihi:
– 37 km/jam (20 knot) untuk pesawat dengan ARFL (Aeroplane Reference Field Length) 1.500 meter atau lebih, kecuali jika tindakan pengereman pada landasan pacu buruk (dikarenakan koefisien gesek longitudinal yang tidak mencukupi), maka komponen crosswind lebih dari 24 km/jam (13 knot) dapat menghalangi takeoff dan landing pesawat
– 24 km/jam (13 knot) untuk pesawat dengan ARFL (Aeroplane Reference Field Length) 1.200 meter sampai
– 19 km/jam (10 knot) untuk pesawat dengan ARFL (Aeroplane Reference Field Length)
Dalam kasus Batik Air, Danang menyebut pihaknya mengatakan tidak melanggar batas maksimal kecepatan angin. Karena itu, pesawat dapat mendarat dengan selamat.
“Arah angin tidak berubah, namun kecepatannya bertambah. Perlu kami sampaikan bahwa secara limitasi (batas maksimal) kecepatan angin, tidak ada yang dilanggar sehingga pesawat tetap dalam kondisi aman untuk mendarat,” katanya.
Faktor yang Memperparah Dampak Crosswind Saat Mendarat
Crosswind sendiri sebenarnya bisa diantisipasi oleh pilot berpengalaman. Namun, ada beberapa faktor yang bisa memperparah dampaknya. Misalnya, saat kondisi hujan deras atau landasan pacu basah, gesekan antara ban dan runway menjadi jauh lebih kecil. Ini membuat pesawat jadi lebih mudah tergelincir saat mengalami tekanan dari arah samping.
Selain itu, bobot pesawat juga berpengaruh. Pesawat yang lebih ringan akan lebih mudah terdorong oleh angin samping dibandingkan pesawat berbadan besar. Lalu, sudut pendekatan (approach angle) dan kecepatan pendaratan juga memainkan peran penting. Jika kecepatan terlalu tinggi atau sudut terlalu curam, maka kemungkinan tergelincir semakin besar.
Tidak kalah penting adalah kesiapan teknis landasan pacu itu sendiri. Jika runway tidak memiliki sistem drainase yang baik atau permukaannya licin, risiko tergelincir meningkat drastis. Maka dari itu, para petugas bandara punya tanggung jawab besar untuk memastikan semua aspek teknis ini dalam kondisi optimal.
Apakah Crosswind Bisa Diprediksi dan Dicegah?
Jawabannya: bisa, tapi tidak 100% pasti. Crosswind bisa diprediksi melalui alat meteorologi seperti anemometer dan data dari satelit cuaca. Pilot juga menerima laporan cuaca sebelum dan saat penerbangan berlangsung, termasuk arah dan kecepatan angin di sekitar bandara tujuan.
Namun, perubahan cuaca bisa terjadi sangat cepat, terutama di wilayah tropis seperti Indonesia. Itulah sebabnya pilot harus terus memantau perubahan arah angin selama pendekatan (approach) dan siap melakukan go-around jika dirasa terlalu berisiko. Dalam beberapa kasus, pilot bahkan harus mendarat di bandara alternatif yang lebih aman.
Pelatihan intensif untuk menghadapi crosswind juga jadi bagian penting dari sertifikasi pilot komersial. Mereka belajar berbagai teknik seperti “crab landing” atau “sideslip” untuk menjaga kestabilan pesawat saat menghadapi angin menyamping. Selain itu, teknologi modern di kokpit seperti autopilot berbasis cuaca juga turut membantu.